Beranda » Kisah Cinta Filsuf: Jean-Paul Sartre dan Simone De Beauvoir

Kisah Cinta Filsuf: Jean-Paul Sartre dan Simone De Beauvoir

by Ade Firdiansyah

Kalian mungkin berfikir bahwa filsuf identik dengan sosok pemikir. Kehidupannya hanya bergelut dengan buku-buku atau teori saja.  Kisah hidupnya tidak menarik. Cenderung kaku.

Bagaimanapun, seorang filsuf juga manusia. Mereka memiliki hati dan emosi. Jadi, bukan tidak mungkin mereka juga memiliki perasaan atau ketertarikan hati kepada orang lain. Lagipula, banyak juga filsuf yang berbicara cinta. Misalnya Eric Formm, dalam bukunya Seni Mencintai. Atau Karl Marx kerap membuat puisi untuk kekasih yang akhirnya menjadi istrinya, Jenny.

Berbicara kisah cinta filsuf. Tentu mengingatkan kita pada kisah romansa sepasang kekasih sang pemikir Eksistensialisme yang begitu terkenal: Jean-Paul Sartre dan Simone De Beauvoir.

Sartre dikenal sebagai penulis dan pemikir Eksistensialisme asal Prancis. Ia pun aktif dalam gerakan politik kiri. Sedangkan Simone De Beauvoir dikenal sebagai tokoh feminism modern. Pemikiranya banyak menginspirasi berbagai gerakan pembebasan perempuan. Keduanya kerap kali melahirkan ide-ide radikal.

Sarte dan Beauvoir bertemu pada tahun 1929. Saat mereka masih menjadi mahasiswa Filsafat di Universitas Sorbonne. Di awal pertemuan, mereka masih sama-sama memiliki pasangan. Bahkan, Sartre sudah tunangan dengan kekasihnya.

Di tahun yang sama juga akhirnya mereka menjalin hubungan asmara. Tentunya saling mencintai. Keduanya berjanji tidak akan saling membohongi. Beauvoir menganggap Sartre adalah sosok lelaki yang cerdas dan sangat ambisius.

Beauvoir juga mengatakan, pencapaian terbesar dalam hidupnya bukanlah seberapa banyak buku yang ia tulis, atau penghargaan yang diterima. Bahkan bukan seberapa besar pengaruh ia dalam gerakan perempuan. Bukan itu. Tetapi menjalin hubungan dengan Sartre.

Dikutip dari Jurnaba.Co, Setiap kali Sartre ingin membuat buku, dia selalu meminta Beauvoir membaca dan mengkritisinya. Sebaliknya, tiap kali Beauvoir ingin membuat buku, dia selalu minta Sartre membaca dan menelaahnya terlebih dulu.

Dua sejoli ini menjalain hubungan cinta layaknya suami-istri. Hidup bersama. Namun, keduanya sama-sama enggan menikah. Mereka percaya cinta tidak butuh pernikahan. Bahkan Sartre membuat perjanjian bahwa mereka boleh memiliki kekasih lain, tetapi mereka harus saling menceritakan segalanya dengan jujur. Mereka juga kerap kali disebut dengan pasangan “Kumpul Kebo”. Meskipun tidak menikah, hubungan keduanya terjalin begitu lama bahkan sampai ajal menjemput.

Ketika Sartre wafat pada 15 April 1980. Beauvoir menerbitkan buku Adieux: A Farewell to Sartre. Yang berisi rangkaian percakapan dengan Sartre. Buku ini juga menjadi karya terakhir Beauvoir. Satu-satunya karya Beauvoir yang belum sempat dibaca Sartre.

Pada 14 April 1986. Beauvoir meninggal. Sepasang filsuf ini dikuburkan di bawah nisan yang sama. Di Montparnasse Cemetery, Paris.

Sampai saat ini, Sartre dan Beauvoir dianggap dengan lambang kekuatan cinta. Terutama bagi mereka yang percaya bahwa cinta tidak butuh pernikahan. Meski begitu. Banyak juga pastinya hal-hal positif  yang bisa kita contoh dari kisah cinta mereka. Seperti kata pepatah: Ambil yang baik, Buang yang buruk.

BACA JUGA

Leave a Comment