Beranda » Kebisingan Mayoritas dan Terbunuhnya Keteladanan Sang Idealis

Kebisingan Mayoritas dan Terbunuhnya Keteladanan Sang Idealis

Oleh Ardhya Naufal Fahri*

by admin

Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) merupakan fenomena yang terjadi di hampir seluruh kampus di Indonesia. Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) menjadi ajang kontestasi politik antara organisasi-organisasi mahasiswa ataupun antar individu mahasiswa itu sendiri dalam memperebutkan kekuasaan di tingkat kampus. Lebih dari itu sejatinya Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) juga menjadi ajang mahasiswa mewujudkan Good Student Government.

Namun dewasa ini tidak dapat kita pungkiri bahwa pelaksanaan Pemilihan Umum Mahasiswa(PUM) tidak luput dari berbagai macam masalah dan tantangan, termasuk fenomena bobroknya demokrasi. Fenomena ini dapat terjadi karena beberapa faktor, di antaranya: Manipulasi Data Pemilih, Intimidasi dan pemaksaan, serta tidak jarang ketidaknetralan KPU atau BAWASLU dari Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) itu sendiri.
Padahal fenomena Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) sendiri memiliki implikasi yang sangat penting dan besar bagi organisasi mahasiswa (ORMAWA).

Diantaranya pertama, Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) merupakan momen penting bagi organisasi mahasiswa dalam menunjukkan eksistensinya di kampus dan menarik minat mahasiswa untuk bergabung. Karena itu, persiapan Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) mesti dilakukan dengan intensif dan terencana, mulai dari merancang visi dan misi, melakukan sosialisasi, hingga mempersiapkan strategi kampanye.

Kedua, Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) juga memiliki dampak yang signifikan terhadap dinamika organisasi mahasiswa (ORMAWA). Kontestasi politik yang terjadi selama Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) seringkali memunculkan persaingan yang ketat antara organisasi-organisasi mahasiswa. Terkadang, persaingan ini dapat membawa dampak positif, seperti adanya persaingan sehat yang mendorong munculnya ide-ide kreatif dan inovatif dalam memperjuangkan kepentingan mahasiswa. Namun, di sisi lain, persaingan yang terlalu keras dapat membawa dampak negatif, seperti praktik politik manipulatif atau intimidasi yang merusak nilai-nilai demokrasi dan keadilan.

Ketiga, Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) juga dapat memengaruhi citra dan reputasi organisasi mahasiswa. Jika Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) dijalankan dengan baik dan menghasilkan pemimpin yang berkualitas, maka organisasi mahasiswa akan mendapatkan reputasi yang baik di mata mahasiswa dan pihak-pihak terkait. Namun, jika Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) diwarnai dengan praktik-praktik yang tidak etis, maka reputasi organisasi mahasiswa dapat tercoreng dan mengakibatkan kehilangan kepercayaan dari mahasiswa dan pihak-pihak terkait.
Oleh karena itu, organisasi mahasiswa perlu memperhatikan pelaksanaan Pemilihan Umum Mahasiswa(PUM) dengan seksama dan mengedepankan nilai-nilai demokrasi, kejujuran, dan integritas. Dengan begitu, organisasi mahasiswa dapat memperoleh kepercayaan dan dukungan dari mahasiswa serta mampu memperjuangkan kepentingan mereka dengan lebih efektif dan berkelanjutan.

Sang Idealis, dalam konteks Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM) ini berperan penting sebagai sumber inspirasi dan motivasi bagi seluruh mahasiswa. Sang Idealis dapat diartikan sebagai figur atau gagasan yang mewakili nilai-nilai kejujuran, integritas, dan idealisme dalam kontestasi politik kampus. Oleh karenanya Sang Idealis hadir untuk mengingatkan bahwa dalam kontestasi politik kampus, nilai-nilai kejujuran, integritas, dan idealisme sangat penting untuk dipertahankan. Sang Idealis juga berperan untuk memberikan pandangan alternatif dan wacana yang kritis terhadap sistem dan mekanisme PUM yang ada, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan idealisme.

Namun, mengapa Sang Idealis ini perlu hadir ? dan mengapa harus Sang Idealis? Sebetulnya sebutan tersebut merupakan sebutan prestise saja bagi mahasiswa itu sendiri.  Maksud yang dibawa pada pembahasan ini tiada lain untuk menyadarkan bahwa jati diri Sang Idealis ini harus selalu melekat pada jati diri seorang mahasiswa agar mampu menjadi Barrier antara Verbod (larangan)dan Gebod (keharusan).
Karena seringkali dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan Pemilihan Umum Mahasiswa (PUM), kelompok mayoritas cenderung memaksakan kehendak mereka pada kelompok minoritas dan tidak memperhatikan kebutuhan atau perspektif kelompok minoritas. Hal ini sering disebut sebagai “Kebisingan Mayoritas”.

Ketika kebisingan mayoritas terjadi, maka konsekuensi logisnya adalah keteladanan sang idealis dapat terbunuh. Para idealis seringkali merupakan kelompok minoritas yang memperjuangkan kebaikan bersama. Namun terhalang oleh keputusan yang diambil oleh mayoritas yang tidak memperhatikan perspektif mereka.

Keteladanan sang idealis, yang mengusung nilai-nilai moral dan etika yang luhur, seringkali terpinggirkan oleh ambisi dan kepentingan kelompok mayoritas. Seharusnya keteladanan Sang Idealis-lah yang seharusnya menjadi kiblat bagi kita semua dalam kontestasi politik kampus. Nilai-nilai kejujuran, kesetaraan, dan keadilan yang diusung oleh Sang Idealis dapat membimbing kita dalam mengambil keputusan yang tepat dan menjalankan politik kampus dengan baik.

Oleh karena itu, kita perlu meresapi kembali nilai-nilai yang diusung oleh keteladanan Sang Idealis. Kita perlu membuka ruang untuk suara minoritas dan memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada nilai-nilai moral yang baik dan benar. Dalam suasana yang penuh “Kebisingan Mayoritas” kita perlu mengingatkan diri sendiri untuk senantiasa memperhatikan suara hati, sehingga kita dapat menjalankan politik kampus dengan integritas dan kejujuran.

Terlepas dari “Kebisingan Mayoritas” keteladanan Sang Idealis tetap menjadi mercusuar yang membimbing kita dalam menjalankan politik kampus yang baik dan benar. Nilai-nilai moral dan etika yang diusung oleh Sang Idealis menjadi anasir utama bagi kampus yang inklusif, terbuka, dan adil bagi semua pihak. Mari jadikan keteladanan Sang Idealis sebagai inspirasi dalam menjalankan politik kampus yang bermartabat dan menciptakan lingkungan akademik yang lebih baik untuk kita semua.

 

* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Syariah UIN SMH Banten

BACA JUGA

1 comment

OTAN 15 Maret 2023 - 21:17

Tulisannya udah keren tapi masih pake ego. Seiring ilmu pengetahuan bertambah seharusnya yang tumbuh itu kebijaksanaan kita, bukan ego kita, emang enak nyalahin orang, emang enak matahin orang, emang enak ngerasa bener sendiri, tapi siapa yang bisa mastiin kalo kita enggak bakal berada di posisi yang sama? Kalo ada yang salah minta penjelasan, bukannya ngerasa bener sendiri sambil nyebar kebencian.
Semangat bang, salam dari Otan

Reply

Leave a Comment