Beranda » Manusia dan Kebebasan

Manusia dan Kebebasan

by admin

Oleh: Ika Susilawati

Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan, keistimewaan, dan memiliki tugas menyelidiki atau meneliti hal-hal secara mendalam. Manusia dapat menyatakan dan mempertimbangkan, ia juga dapat berkehendak dan memilih. Karena secara esensial, manusia merupakan makhluk yang berkehendak. Ia juga memiliki kemampuan menghendaki dan memilih apa yang disukainya. Kebenaran adalah hal yang dikehendaki manusia secara mutlak yang menjadi objek kemauannya. Oleh karena itu, manusia seharusnya cenderung kepada kebaikan dalam dirinya. Manusia tidak akan mampu menahan segala keinginannya, jika seandainya ia tidak mengenal Tuhan dalam hidupnya. Pengenalan terhadap Tuhan dapat menentukan segala tingkah laku manusia. Manusia yang mengenal Tuhan tidak secara lengkap, dapat menyebabkan dirinya menyimpang dari kebaikan ilahi. Pengingkaran eksplisit dapat terjadi, karena manusia dapat berpaling secara ekplisit pada objek lain seperti kehormatan, kesenangan, kesehatan, kekuasaan, dan lainnya. Dengan kata lain, secara mutlak manusia menginginkan kebahagiaan. Sedangkan kebahagiaan manusia ada pada Tuhan. Dan menurut kodratnya, segala kebaikan dan kehendak manusia cenderung kepadanya.

Kata kebebasan berarti ketiadaan paksaan. Kebebasan terbagi atas dua macam yakni kebebasan fisik (ketiadaan paksaan fisik) dan kebebasan moral (ketiadaan paksaan moral hukum maupun kewajiban). Contohnya: di Negara Inggris setiap orang secara moral bebas memberikan kritik terhadap pemerintah, dan tidak ada hukum atau keharusan yang melarang hal tersebut. Sebagian besar manusia percaya bahwa mereka dilengkapi oleh kehendak bebas, dan hal tersebut cukup penting bagi keseluruhan hidup manusia.
Manusia secara spontan, mengakui adanya kebebasan. Keyakinan tersebut datang dari pengalaman. Secara langsung kita menyadari akan kebebasan itu, dan itu terjadi saat kita sedang memilih dan menentukan perbuatan mana yang akan kita lakukan.

Kita sadar bahwa kita bertindak tanpa adanya paksaan, tekanan, dan tanpa adanya dorongan-dorongan. Misalnya, seorang mahasiswa yang belum memiliki penghasilan atau masih ditanggung segala kebutuhannya oleh kedua orangtua. Suatu hari dalam perjalanan pulang dari kampus, ia menemukan sebuah dompet yang berisi banyak uang, kartu atm, kartu identitas dan sebagainya. Kemudian sebuah rencana timbul dalam pikirannya “mengambil uang untuk mencukupi kebutuhan dan membuang dompetnya ke sungai agar lebih aman.” Munculnya pemikiran semacam itu, bukan tergantung padanya, karena pada pihak itu dirinya tidak bebas. Namun ia meyadari bahwa dengan mengikuti pikiran itu, akan membuat dirinya tidak bermoral. Ia bebas mengusir pikiran itu, namun selama dompet tersebut masih ada di tangannya, godaan semacam itu akan kembali. Hingga pada akhirnya ia akan mengambil suatu keputusan secara bebas. Dan keputusan-keputusan tersebut telah dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pendapat umum, pembawaan, dan sebagainya. Namun, faktor-faktor tersebut tidak dapat memaksa dalam pengambilan keputusan. Dan keputusan tetap akan muncul dari dirinya, dari dasar kepribadiannya, dan dari kehendaknya yang bebas.
Dalam setiap pilihan yang bebas, manusia dapat membedakan berbagai saat. Pertama, saat yang terdiri dari semacam daya tarik yang dijalankan oleh hal baik atas kehendak yang lain. Misalnya, saat sedang mengerjakan tugas kuliah, muncul suatu ide pada diri saya untuk menonton film yang saya sukai. Kesenangan semacam itu dapat dengan mudah dipenuhi, dan mau tidak mau akan menuntun saya, dan timbul pelbagai keinginan. Daya tarik seperti itu dinamakan godaan. Dan pada saat pertama tidak ada kebebasan atau pertanggungjawaban. Kedua, saat untuk memeriksa hal baik yang menarik perhatian. Kebaikan mengandung segi-segi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Walaupun menonton film yang disukai adalah hal yang menyenangkan, tidak demikian dengan pergi ke kampus tanpa persiapan. Ketidak menyenangkan rencana tersebut menyebabkan saya tetap bebas terhadapnya. Tetapi jika memperhatikan aspek-aspek positif, maka saya akan semakin tertarik. Dan jika memperhatikan aspek-aspek negatif, maka akan semakin bebas terhadap rencana tersebut. Ketiga, adalah saat mempertimbangkan. Pada saat itu manusia membuat pertimbangan akan suatu tindakan di bawah cahaya intelegensi. Dan saat itu, jiwa kita seperti timbangan dengan keuntungan dari masing-masing kedua kegiatan tersebut sebagai anak-anak timbangannya. Kemudian kehendak akan memilih satu dari dua sisi yang bobotnya lebih berat, akan tetapi hal tersebut tidak bertentangan dengan kebebasan. Saat keempat, cepat atau lambat kita memutuskan. Manusia akan memusatkan perhatiannya atas daya tarik dari objek yang didiskusikan. Keputusan tersebut merupakan hasil dari suatu situasi intelektual.

Kebebasan manusia tidak hanya terdiri dari kemampuan melakukan apa yang diinginkan, tetapi memutuskan terhadap apa yang ingin dilakukannya. Keinginan fundamental manusia tak lain adalah kebaikan yang sempurna, hal tersebut dikarenakan dinamisme kehendak merupakan suatu kemampuan yang berasal dari roh yang ciri khasnya dipimpin dan diterangi oleh intelegensi. Dan dalam dinamisme total tersebut, secara vital intelegensi dan kehendak saling berintegrasi. Karena itulah kita bersifat roh yang terbatas, dan melalui keterbukaannya yang tak terbatas, menikmati semacam ketidakterbatasan trandensial. Oleh karena itulah alasan manusia adalah bebas.

*Penulis adalah Mahasiswi AqidaH dan Filsafat Islam UIN Sultan Maulana Hassanudin Banten.

BACA JUGA

Leave a Comment