Beranda » Pendidikan Intelektual ala Imam Ali bin Abi Thalib

Pendidikan Intelektual ala Imam Ali bin Abi Thalib

oleh Islahuddin, M.Pd (Warga Al-Khairiyah, Pegiat Studi Pendidikan Islam)

by admin

Dalam sebuah pemikiranya pula berkaitan dengan pendidikan intelektual, Ali ra memberikan konsep pendidikan dapat diwujudkan dengan tiga prinsip yaitu: pertama prinsip kemudahan layanan (تيسير ) , kedua pengayaan atau perluasan wawasan ( تو فير) ketiga penanaman kewibawaan (توقير ).

Masing-masing prinsip diaplikasikan dalam teknik-teknik yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik namun secara metodologi semuanya mengarah pada fokus pengembangan tiga dimensi yakni penanaman ajaran melalui daya pendengaran (sima’ah), pengamatan dari pengalaman melalui pengembaraan (siyahah) dan yang ketiga adalah penanaman kewibawaan dalam ranah kepemimpinan (siyadah).

Selanjutnya aspek-aspek pendidikan ini secara konseptual mencakup tiga aspek yakni aspek kebutuhan-kebutuhan (حوائج), nilai-nilai (ائجنت) dan pencapaian tangga-tangga derajat (مدارج) yang dalam hal ini dimaksudkan sebagai level-level ketakwaan dan kepemimpinan. Prinsip diatas diformulasikan dari pernyataan Ali bin Abi Thalib:

Karena sesungguhnya orang yang memiliki kecerdasan hati adalah orang yang mendengar kemudian ia berpikir lantas melakukan pengamatan dan perenungan dan ia mampu mengambil manfaat dari serangkaian pelajaran (ibroh) lantas ia menapaki jalan yang terang, di jalan itu ia menghindari terhuyung ke dalam hawa nafsu serta menepis jalanan tanpa arah dan tujuan, ia tidak menentukan bagi dirinya kesesatan dengan bersikap fanatik dalam klaim kebenaran atau pendistorsian dalam ucapan dan pengalihan dari kejujuran, tidak ada kekuatan kecuali berkat pertolongan Allah.

Katakanlah apa yang dikatakan kepada kalian dan pasrahkan pada apa yang diriwayatkan kepada kalian, janganlah kalian membebani apa yang tidak dibebankan karena pasti akibatnya akan memberatkan kalian, lakukanlah apa yang dapat diperbuat oleh tangan-tangan kalian dan ucapkanlah apa yang mampu diucapkan oleh lisan-lisan kalian serta upayakanlah tujuan-tujuan yang mungkin tercapai.

Hindarilah sesuatu yang membingungkan (syubhat) karena sesungguhnya kebingungan dibuat-buat untuk tujuan fitnah dan tujulah sesuatu yang mudah, kerjakanlah antara sesama kalian setiap perkataan dan perbuatan dengan cara yang baik, pergunakan kerendahan hati serta rasa takut dan ketenangan terhadap Allah. Berbuatlah antara sesama kalian dengan sikap rendah hati, sadar diri dan saling berbagi serta menahan amarah kebencian karena demikian itulah washiat Allah.

Tujuan Pendidikan Intelektual

Tujuan artinya sesuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan sesuatu kegiatan atau usaha. Sesuatu tujuan akan berakhir, bila tujuan sudah tercapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai kepada tujuan akhir.

Tujuan pendidikan intelektual ialah suatu yang hendak dicapai dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Bila pendidikan berbentuk pendidikan formal tujuan pendidikan itu harus tergambar dalam suatu kurikulum. Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan.

Dan tujuan juga merupakan sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Maka pendidikan intelektual karena merupakan suatu usaha kegiatan yang berproses melalui tahap tahap dan tingkatan-tingkatanm tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupan.

Sebagaimana telah sedikit penulis kemukakan pada bagian kerangka pemikiran bahwa konsep Imam Ali bin Abi Tholib berkaitan dengan  pendidikan bermuara pada pandangan beliau sebagai berikut:

من اعتدل طباعه صفا مزاجه, ومن صفا مزاجه قوى أثر النفس فيه, ومن قوى أثر النفس فيه سما إلى ما يرتقيه, ومن سما إلى ما يرتقيه فقد تخلق بالأخلاق النفسانية, فقد صار موجودا بما هو إنسان دون أن يكون موجودا بما هو حيوان, ودخل فى الباب الملكى, وليس له عن هذه الحلة مغير

Artinya Barang siapa normal thabiatnya maka jernihlah perangainya dan barang siapa jernih perangainya maka kuatlah pengaruh jiwa dalam dirinya dan barang siapa pengaruh jiwa telah kuat di dalam dirinya maka dia akan meningi menuju tingkatan yang hendak dicapainya, barang siapa meningi ketingkatan yang hendak dicapai oleh  jiwanya maka Ia telah berprilaku dengan prilaku kejiwaan, lantas Ia menjelma dengan wujud sebenar-benarnya manusia bukan berwujud dengan apa yang sejatinya adalah wujud hewan, Ia pun telah memasuki pintu alam kemalaikatan dan dalam kondisi semisal ini tiada lagi baginya yang dapat merubah prinsipnya.

Berdasarkan pernyataan di atas maka menjadi jelas bahwa pada prinsipnya bertujuan untuk memanusiakan manusia dan mengantarkannya kepada kebahagiaan sejati (al-sa’adah al-abadiyah). Guna memahami tujuan seperti ungkapan tersebut, penting untuk di bahas di sini berkaitan dengan dua hal berikut:

Pertama, Memanusiakan manusia berarti bahwa hal pokok yang perlu diarahkan dari manusia dalam kaitannya dengan pendidikan adalah keberadaannya sebagai al-insan, yakni agar manusia mapan secara kejiwaan dan terbukti dalam bentuk sikap dan prilaku baik atau yang disebut al-akhlaq dalam pernyataan Imam Ali di atas.

Kedua, Kebahagiaan sejati dalam ungkapan Imam Ali di atas diungkapkan dalam bentuk majas, yakni pencapaian pada al-bab al-malaki yang berarti pintu alam malaikat. Hal ini tidak berarti bahwa malaikat lebih mulia dari manusia sebagai al-insan, akan tetapi bermakna seperti penjelasan pada ungkapan selanjutnya “ليس له عن هذه الحالة مغير ” yang berarti bahwa tidak ada lagi yang dapat merubahnya dari keadaan semacam ini, yakni suatu keadaan ketika manusia telah betul-betul mandiri secara kejiwan, tidak goyah dengan keadaan di sekitarnya layaknya malaikat yang tekun dengan tugas yang diberikan Allah semisal bersujud atau bertasbih. Kemandirian inilah kemapanan jiwa dan kondisi bahagia yang sesungguhnya

BACA JUGA

Leave a Comment