Beranda » Perkembangan Islam di United Kingdom

Perkembangan Islam di United Kingdom

by Ferdiyan Ananta

Salah satu hal yang cukup mengejutkan saya ketika sampai di UK ialah tentang perkembangan komunitas muslim di Britania Raya ini. Saya memang telah membaca satu dua artikel bahwa jumlah muslim di UK semakin meningkat setiap tahunnya. Namun, saya tidak mengira bahwa di kota yang tidak terlalu besar seperti Leeds, tempat saya belajar, terdapat 26 masjid. Jika waktu sholat jumat datang, utamanya di sekitar Hyde Park, orang-orang berbondong-bondong pergi ke masjid. Bahkan tak jarang membuat jalanan menjadi cukup macet. “Bukanlah inggris yang saya bayangkan” batin saya.

Akan tetapi, orang-orang yang pergi ke masjid ini rata-rata bukanlah orang berdarah inggris asli. Kebanyakan dari mereka adalah imigran baik dari Asia Selatan, Timur Tengah atau Afrika. Jarang sekali saya melihat orang British asli datang ke masjid untuk menunaikan sholat. Saya bisa mengatakan demikian karena saya sering berpindah-pindah dari masjid satu ke masjid lainnya, saya perhatikan kebanyakan mereka memang bukanlah keturunan orang British.

Hal tersebut mendorong saya untuk melacak mengenai sejarah perkembangan Islam di inggris, atau Britania Raya secara umum. Kebetulan sekali professor saya, Seán McLoughlin, adalah seorang antropolog agama yang sangat fokus pada muslim diaspora di Britain. Beliau banyak memberikan rekomendasi bahan bacaan. Tidak hanya untuk mengetahui akar dari perkembangan umat Islam di UK, akan tetapi bagaimana orang UK hidup berdampingan dengan komunitas muslim.

Sejak perkembangan awal peradaban Islam, orang-orang Britain sudah memiliki persepsi khusus terhadap kelompok Islam. Dalam catatan Gilliat-Ray (2010), salah satu literatur tertua yang menggambarkan pandangan orang British terhadap Islam ditulis oleh Saint Bede (673-735). Ia digadang-gadang sebagai bapak sejarah inggris berdasarkan karya terkenalnya yang berjudul The Ecclesiastical History of the English People. Dalam tulisannya tentang Islam, Bede menyebut bahwa muslim adalah selolompok orang yang agresiif, kaku dan penuh kebencian. Padahal Bede sendiri sebetulnya belum pernah bertemu dengan kelompok muslim. Tulisannya tersebut terinspirasi dari catatan st Jerome (342-420) yang menggambarkan orang-orang arab sebelum Islam, atau apa yang dia sebut sebagai “Saracens”.

Sebagai pemimpin agama, juga seseorang yang dinobatkan sebagai bapak sejarawan inggris, pandangan Bede terhadap islam ini memiliki pengaruh yang luas. Bisa dikatakan bahwa Bede merupakan salah seorang teologis yang mula-mula meletakan prasangka anti-Islam kepada orang-orang Britain, utamanya komunitas Kristen.

Akan tetapi, ada fakta lain yang cukup menarik mengenai relasi antara Islam dan Britania Raya. Beberapa dekade setelah tuduhan-tuduhan Bede dalam tulisannya, raja dari orang-orang Anglo-Saxon, Offa of Mercia (757-796), menerbitkan sebuah koin dengan inskripsi syahadat dengan huruf arab, dan juga tulisan latin “Offa Rex’. Koin ini pada awalnya diterbitkan oleh khalifah Al-Mansur pada tahun 774. Namun, hingga hari ini masih menjadi pertanyaan mengapa king Offa menerbitkan koin tersebut juga. Menariknya, koin ini juga ditemukan di Roma yang menunjukan bahwa koin ini tidak hanya digunakan di wliayah Britania Raya, namun ada kemungkinan koin ini juga digunakan di Roma.

Paling tidak, koin raja Offa ini mengindikasikan ada pengaruh dunia Islam terhadap bangsa Anglo-Saxon baik secara ekonomi maupun politik. Ada hubungan ‘harmonis’ antara kekhalifahan Islam di bawah Al-Mansur dengan bangsa Anglo-Saxon.

Lantas, bagaimana awal mula muslim bisa berkembang pesat di Britain?

Tulisan-tulisan Saint Bede (673-735) tentang Islam pada akhirnya menjadi legacy atas prasangka kelompok kristen terhadap Islam khususnya pada abad pertengahan. Terlebih lagi, memasuki abad 11, pengaruh Islam di Britain tidak hanya berupa ideologi Islam dan atau literatur-literatur pengetahuan, akan tetapi Islam juga membawa ancaman militer. Hal tersebut memicu lahirnya tentara-tentara Britain yang disucikan oleh agama (Crusader) untuk menolak pengaruh-pengaruh Islam. Pada masa-masa ini belum ada data yang merekam penduduk Britain yang memeluk agama Islam.

Memasuki abad ke enam Belas dan tujuh belas, kekaisaran Ottoman mendominasi wilayah Mediteranian. Meskipun terdapat polemik anti-islam khususnya dalam kelompok agamawan Kristen, namun kekuasaan Ottoman membuat Ratu Elizabeth I tidak bisa untuk tidak menjalin hubungan dengan kekaisaran Ottoman dalam hal perdagangan dan juga politik. Pada masa itu, kerajaan inggris rentan mendapatkan ancaman serangan militer dari kerajaan katolik Spanyol. Oleh karenanya, ratu Elizabeth I menjalin hubungan diplomasi dengan kerajaan Ottoman untuk mendapatkan dukungan politik.

Salah satu diplomasi yang dilakukan ratu Elizabeth 1 ialah membebaskan perbudakan orang-orang Turki dan Afrika Utara yang dilakukan oleh kapal-kapal Spanyol. Pembebasan tersebut dilakukan oleh prajurit-prajurit inggris atas perintah ratu Elizabeth. Inilah awal mula masuknya komunitas Islam di Britania Raya. Tahanan-tahanan yang dibebaskan Inggris itu sebagian ada yang menetap di inggris, dan sebagian lainnya kembali ke tempat asal mereka. Orang-orang Turki dan Afrika yang menetap di Inggris ketika itu belum dikenal sebagai komunitas Muslim, akan tetapi mereka lebih dikenal sebagai Moors atau Turks. Nabil Matar (1997) menuturkan bahwa sulit mengidentifikasi jumlah muslim pada waktu itu. Namun iya meyakini jumlahnya mencapai ratusan orang.

Ratu Elizabeth I adalah pemerintahan pertama yang secara terbuka menjalin kerjasama dengan kekuatan Muslim yang pada waktu itu dipimpin oleh kekaisaran Ottoman. Walaupun demikian, perlakuan ratu Elizabeth I terhadap Muslim di Inggris selaku imigran tidak terlalu baik. Pemerintah Inggris masih memandang bahwa Imigran, terlebih lagi muslim adalah ancaman. Mereka dianggap kelompok yang tidak kenal kristus dan injil, sehingga mereka tidak berhak berada di tanah “yang mulia”.

Dalam catatan Ansari (2003), pada tahun 1627 terdapat sekitar 40 muslim yang menetap di London. Mereka bekerja sebagai tukang jahit, pembuat sepatu, atau pembuat benang wol. Bahkan, muslim dari Turki adalah orang-orang pertama yang mengenalkan “Warung Kopi” kepada masyarakat London. Pedagang-pedagang Inggris yang kembali dari Turki ke London ditemani pelayan-pelayan dari Turki. Pelayan-pelayan inilah kemudian yang mengenalkan teknik pembuatan minuman kopi ala Turki. Pada tahun 1652 coffee house pertama di buka di London, dan berkembang menjadi puluhan coffee house beberapa dekade berikutnya.

Coffee house kemudian menjadi pusat berkumpul bagi masyarakat perkotaan di London. Ia menjadi semacam ruang diskusi bagi masyarakat London untuk membicarakan hal-hal krusial seperti politik dan ekonomi. Tidak mengherankan jika beberapa institusi publik seperti pasar saham, perusahaan asuransi, hingga partai politik lahir di coffee house. Akan tetapi, di sisi yang lain, banyak pula yang beranggapan bahwa kopi merupakan minuman setan. Kopi dianggap minuman yang sengaja dibawa oleh orang-orang Ottoman untuk membuat masyarakat Kristen di Inggris menjadi murtad. Pada akhirnya, kopi menjadi semacam symbol akan munculnya islamisasi di London atau inggris secara umum (Farazi,2004; Matar, 1997).

BACA JUGA

Leave a Comment