Beranda » TERLAHIR SEBAGAI PETARUNG

TERLAHIR SEBAGAI PETARUNG

by Denis

Manusia bukanlah makhluk primordial (bentuk paling dasar) dari ciptaan Tuhan, melainkan puncak dari penciptaan makhluk-makhluk Tuhan, sebagai makhluk dengan kasta paling tinggi dibandingkan makhluk yang lainnya, manusia dianugrahi kemampuan intelegensi (daya reaksi atau penyesuaian yang cepat dan tepat, baik secara fisik maupun mental, terhadap pengalaman baru, membuat pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siap untuk dipakai apabila dihadapkan pada fakta atau kondisi baru untuk diselesaikan atau dipecahkan) karena itulah manusia adalah makhluk satu-satunya yang mampu diandalkan oleh Tuhan sebagai wakil atau pengganti dari Tuhan yang Maha Merajai alam semesta, langit, bumi serta segala isi yang melekat padanya.

Doktrin sejarah manusia berasal dari kehidupan di surga, bersama Malaikat dari cahaya dan iblis dari api yang membara, kemudian diciptakanlah Adam dan Hawa dari tanah, sesuatu yang tidak mampu dijelaskan dengan akal, tidak bisa tergambarkan dengan jelas melalui konsep visualisasi atau audiovisual melainkan iman, adalah satu-satunya jawaban yang mampu menjelaskan mengarahkan akal secara rasional untuk menerimannya.

Iman adalah sumber dari segala sumber kehidupan, manusia dikatakan hidup dan mempunyai nilai bilamana hidup dengan berlandaskan keimanan yang benar, sesuai dengan fitrahnya manusia diciptakan ataupun dilahirkan bersama dengan fitrahnnya yang hanif (cinta kebenaran). Hal ini menunjukkan bahwa akal tidak mampu berdiri sendiri tanpa adanya bimbingan, menyadarkan setiap manusia dari tidur panjang padahal dia dalam keadaan terjaga, karena dia tidak faham akan arti hakikat diciptakannya manusia harus berperan dan memiliki fungsi apa, harus berjalan kemana dan mengambil keputusan yang seperti apa seharusnya, ternyata akal membutuhkan pengarahan, membutuhkan petunjuk yang dimana setiap petunjuk pasti berasal dari sebuah pedoman. Namun pedoman yang manakah yang seharusnya menjadi rujukan dari setiap pembelajaran, pengalaman, mengambil keputusan, memecahkan masalahnya dan hidup berkehidupan di permukaan bumi yang luas terbentang dari barat hingga timur.

Manusia harus yakin bahwa setiap kehidupan yang Tuhan berikan itu memiliki arti yang harus difahami, dihayati, dan dibuktikan atas dasar kecintaan yang tidak terbatas yang menjadikan Tuhan dengan kesepakatan bahwa Tuhan adalah kebenaran mutlak, sebagai asal-muasal dari ketidak adaan menjadi ada, Tuhanlah yang satu-satunya Maha Tunggal, tidak berbilang, Maha Kekal tidak akan mati, Maha Suci dan Merajai, Maha Mengatur dan Merencana segala sesuatu dari proses tidak ada menjadi ada, seperti manusia yang telah digariskan untuk dipercaya diamanahi bertempat tinggal dibumi sebagai khalifah-Nya. Melalui sosok-sosok makhluk pilihan-Nya lah, Tuhan titipkan aturan pedoman petunjuk untuk hidup berkehidupan di bumi, yakni berupa wahyu yang hari ini telah tersusun dalam sebuah kitab Al-Qur’an lengkap dengan suri tauladan untuk memberikan contoh dengan ajaran yang haq dari Tuhan, beliaulah Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wasalam, Nabi terakhir dari umat yang akhir pula, hendaknya setiap manusia tersadar dari lamunannya, bangun dari tidurnya, membuka mata dari menutupnya, bergerak dari diamnya, bahwa tiada lagi kehidupan di bumi setelah umat manusia yang terakhir ini, karena untuk manusia yang berakal kembalilah kepada pedoman (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi Shalallahu’alaihi wasalam karena pada kenyataannya akal harus selalu berada dibelakang wahyu yang terus diutamakan. Hidup ini singkat meskipun terasa lama, hidup ini indah padahal hina, hidup ini putih padahal hitam legam warnanya, tidak ada yang kekal semua yang berada di permukaan bumi maupun makhluk yang hidup di langit-langit-Nya, sekalipun makhluk itu hidup di dalam inti bumi sekalipun dia pasti binasa, Tuhan telah mengatur jalan cerita kehidupan setiap makhluk yang diciptakan oleh-Nya.

Tidak akan bisa lari dari ketetapan yang telah Tuhan putuskan untuk setiap individu dari manusia maupun hewan-hewan buas melata, hidup, rezeki, jodoh, dan matinya kecuali keputusan manusia itu sendiri untuk hidup seperti apa di bumi adalah pilihan, menjadi pembunuh, menjadi hakim penegak hukum, perampok, menjadi pengajar, penghancur peradaban atau sebaliknya menjadi arsitektur peradaban, atau menjadi seperti yang Tuhan dan Rasul-Nya inginkan. Akal adalah alat manusia untuk mencari hakikat kebenaran yang sesungguhnya, telah jelas bahwasanya kebenaran yang mutlak ialah Tuhan Yang Maha Esa, Dia Tunggal, tidak beranak dan beranakkan, bukan kayu, bukan batu ataupun lembu yang pada akhirnya Tuhan menjadi tujuan akhir, dari Tuhan yang menciptakan manusia, untuk Tuhan pula manusia hidup mengabdikan diri, dan menyerahkan segala daya upaya untuk kembali pada kebenaran mutlak itu sendiri, jika memang akal telah menerima yakin bahwa iman adalah sumber hidup berkehidupan yang layak, artinya Tauhid (kalimat “Laaillahailaallah … ”) adalah inti dari kehidupan yang meletakkan islam sebagai rahmatan lil’alamin (rahmat bagi semesta alam) didalam kesadaran manusia yang paling terdalam jika sadar akan makna Tauhid, maka tentulah dia faham untuk apa dia hidup, yang mana didalamnya secara kompleks berisikan pula sosial, ekonomi, budaya dan politik yang semata-mata untuk menunjukkan kosekuensi dari iman yang diembannya, menuju kepada Tuhan itu sendiri, demi menngharap-harap Maghfirah (ampunan) dan ridho-Nya.

Maka dari itu manusia haruslah menjadi manusia yang mempunnyai iman, berkeyakinan dalam hatinya, terucapkam dengan lisan dan terlihat dari sikap tingkah laku perbuatannya, untuk menjadi Muwahid (yang meng-Esa-kan Tuhan) agar selamat dunia dan akhiratnya. Manusia dilahirkan diperuntukkan untuk terus berjuang, bukan untuk menang, meraup sebanyak-banyak keuntungan dari hidup yang singkat ini, terjelaskan ketika bayi lahir dengan tangan terkepal bukan jari-jari metal, inilah makhluk yang diciptakan untuk menjadi petarung dalam kehidupan dengan aturan yang Tuhan telah tentukan, bukan menciptakan hukum-hukum baru yang legal dari Kuasa Tuhan, menjadi petarung untuk terus konsisten dengan jalan kebenaran mengawal risalah-risalah Tuhan dan Rasul-Nya, untuk ditinggikan disebarluaskan dari bumi barat hingga timur sebagai rahmat semesta alam.

Seperti itulah Nabi Shalallahu’alaihiwasalam ajarkan, Dakwah bukan untuk ekspansi wilayah karena gundukan tanah, bukan untuk perempuan, bukan untuk harta, tahta dan kedudukan, melainkan menyeru untuk menyembah kepada Tuhan yang Esa dengan hikmah dan pengajaran yang baik, tidak pernah memaksa, mentolerir segala bentuk macam kepercayaan, namun tidak pernah padam seruannya untuk terus mengajak menyembah mengiadahi Tuhan saja. Laa ma’buda ilaallah, tiada yang berhak disembah diibadahi melainkan Allah, mengandung makna nafyi dan itsbat, nafyi berarti meniadakan seluruh macam ibadah selain kepada Allah, itsbat berarti menetapkan seluruh macam ibadah pada Allah saja dan tiada sekutu bagi-Nya. Perkataan “Tidak ada Tuhan” meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan “Selain Allah” memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran, dengan peniadaan itu manusia dimaksudkan agar membebaskan diri dari belenggu segenap kepercayaan yang ada denngan segala akibatnya dan dengan pengecualian itu manusia dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran yakni kepada Allah Azza Wa Jala. karena itulah menjadi petarung untuk meninggikan kalimat Tauhid adalah sebuah keniscayaan, pejuang yang menyeru kepada kebenaran, Tauhid adalah lawan dari syirik, artinya mengadakan tandingan terhadap Allah, baik seluruhnya atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban kemanusiaan menuju kebenaran, karena itulah Nabi Shalallahu’alaihiwasalam juga mencontohkan umatnya untuk membela kebenaran jika terancam terhapuskan meskipun harus berdarah-darah bahkan bertaruh nyawa sekalipun dengan perang mengangkat pedang. Peradaban Islam mampu dibangun dengan Tauhid, dengan syaratnya yaitu dengan ilmu meniadakan kebodohan, dengan menerima meniadakan penolakan, dengan yakin meniadakan keraguan, dengan tunduk patuh meniadakan ketidaktaatan, dengan jujur meniadakan kedustaan, dengan kecintaan meniadakan kebencian, dengan ikhlas meniadakan syirik.

Berbagai kerusakan, kejahatan, kedzoliman serta kebrutalan-kebrutalan yang terjadi di permukaan bumi oleh umat akhir zaman ini adalah karena umat ini jauh dari pedomannya (Al-Qur’an), jauh dari Tauhid. Manusia telah menjauhi ajaran-ajaran-Nya, mendustai komitmennya dan kemudian mendustai orang lain dan bangsa lain. Persoalan-persoalan bangsa memang tidak bisa diselesaikan sesaat dalam tempo yang singkat, tetapi harus ada rencana pasti penyelesaian baik dengan pendekatan gradual maupun dengan pendekatan skala prioritas.

Umat manusia tidak bisa menunggu ratu adil datang dari kayangan untuk mewujudkan keadilan di bumi ini, tetapi setiap orang harus menjadi ratu adil bagi dirinya sendiri. Pedomannya apa yang dinyatakan Al-Qur’an bahwa perbuatan baik yang dilakukan sesungguhnya adalah untuk kebaikan dirinya sendiri dan sebaliknya perbuatan jahat dan buruk yang dilakukan berarti membangun akumulasi keburukan untuk diri sendiri. Jika saja manusia sadar dan terus membarakan Tauhid di dalam dadanya, tidak mungkin lagi ada kesenjangan sosial, karena si kaya sadar pula bahwa kekayaannya adalah milik Allah yang sebagian darinya adalah hak milik orang lain, dan yang membutuhkan pun sadar dia akan ikhtiar bukan untuk mencari rezekinya, namun menjemput rezekinya, karena setiap harinya Allah tidak mungkin membiarkan hidup hamba-hambanya tanpa pertolongan-Nya, tanpa rahmat, tanpa rezeki dari-Nya, bentuk sosial masyarakat dengan berbagai aktifitas yang dilakukan adalah semata-mata untuk mencari ridho-Nya, menciptakan komunitas dari individu kemudian masyarakat bersama-sama dalam ikatann ukhuwah islamiyah demi terwujudnya masyarakat berkeadilan makmur sejahtera dan diridhoi Allah Ta’ala.

Agama islam hadir lengkap mengatur mulai dari tata cara buang air kecil hingga bertanah air, tidak perlu lagi membutuhkan pedoman yang dibuat-buat oleh si manusia itu sendiri yang tidak maslhahat bagi umat, namun rumit dan berbelit-belit, islam adalah solusi tepat untuk setiap masa dan zamannya.

Kemajuan peradaban suatu tatanan masyarakat dilatarbelakangi oleh pemahaman individual seorang muslim tentang Tauhid itu sendiri, jika orientasi segala aktifitas berbanding lurus dengan nilai spiritual bersifat semangat ruhaniah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu WaTa’ala. Berdagang, bekerja, berpolitik, mencari ilmu dan lain sebagainya pastilah bersemangat menuju kepada seruan Allah dan Rasul-Nya. Mengutip kata Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, “Semurni-murni Tauhid, setinggi-tinggi ilmu, sepintar-pintar siasat” adalah semata-mata untuk menegakkan kalimat “Laaillahailaallah Muhammadurasulullah”.

Berhimpun berkumpul dalam wadah perjuangan untuk bersama-sama mengawal panji kemenangan dalam agenda memperjuangkan menebar menyampaikan kabar-kabar gembira tentang kehidupan setelah kematian. Seperti hidup di zaman akhir ini, islam terkotak-kotakkan karena ashobiyah (bangga dengan kelompoknya sendiri), merasa paling benar sendiri, mudah terprovokasi, akhirnya menjadi konflik internal yang berkepanjangan tanpa ada solusi yang jelas mampu menyelesaikannya, bagaimana mungkin menyelesaikannya, untuk meredam saja umat ini tergopoh-gopoh kelabakan.

Puncak dari konflik alur kisah keumatan adalah perang ideologi, perang antara ahlul haq dan bathil yang akhirnya membentuk perubahan sosial dalam peta peradaban meskipun banyak pihak yang membuat-buat alasan tentang perebutan sumber energi, misalnya Israel dan Palestina, Amerika dan Rusia yang mencakarkan kuku, menginjakkan kaki kotornya di bumi timur tengah, konflik kontak senjata api antara sunni dan syi’ah. Terbunuh atau membunuh, menghancurkan, membumi hanguskan, melenyapkan peradaban dengan mesin pembunuh masal, adalah negeri kaki tangan dajal dengan sekutu-sekutunya yang mengatakan memerangi teroris pemberontak yang melawan pemerintahan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun ikut andil dengan negara Arab yang telah tergadaikan Aqidahnya karena iming-iming orang barat dan kehidupan serba mewah, mereka bilang menegakkan ketertiban dunia nyatanya membantai rakyat sipil warga Irak dan Syria, sudah menjadi tabiat umat muslim bahwa ketika yang terjadi adalah bentuk ketidakadilan pemerintah, kesewenang-wenangan aparat, segala macam kedurjanaan, kedzoliman, tidak berperi kemanusiaan maka umat ini akan bangkit bagai gelombang yang menerjang segala bentuk kemungkaran. Bassar Al-Assad adalah seorang syiah yang ghuluw terhadap para imam, melakukan perubahan besar-besaran menuju kehancuran islam, menangkapi anak-anak yang bernama Abu Bakar, Umar, Utsman kemudian menyembelihnya ditengah jalan, menangkapi umat islam Ahlussunnah wal jamaah memaksa untuk mengakui tiada Tuhan selain Bassar, dalam cuplikan video pendek dia memilih untuk mati dikuburkan hidup-hidup karena mempertahankan iman, memperkosa perempuan-perempuan muslimah kita, memaksa melepas hijabnya, memperkosa perempuan didepan suaminya kemudian memenggal kepalanya, menusuk belah perut ibu yang mengandung hingga meninggal dibiarkan begitu saja, menebarkan terror, menembakkan peluru-peluru tembakan vosfor yang menjadi senjata pemusnah masal, dan akhirnya yang terjadi umat sunni bangkit melawan kebiadapan pemerintah yang dibantu orang-orang barat, menghimpun harakah-harakah menyerukan jihad perlawanan, sungguh keji memang tidak sampai disitu fitnah orang-orang barat terus dihembuskan melalui propaganda media yang mengacak adul pemikiran islam, inilah yang terjadi di Indonesia, Ghazwul Fikr (perang pemikiran) umat disuguhkan dengan berita yang diputar balikkan oleh Barat, menciptakan stigma negatif tentang perlawanan rakyat untuk keadilan.

Umat islam, bangunlah belalakkan mata, kembalilah kepada Al-Qur’an dan Sunnah, gigitlah aqidah dengan gigi geraham seperti pesan Rasulullah tentang akhir zaman, kita adalah pejuang kader-kader Tuhan yang sebagaimana seharusnya berkhidmat untuk umat dan bangsa, jadilah Muwahid yang istiqomah di jalan kebenaran.

BACA JUGA

Leave a Comment